Menengok Aktivitas Pemulung Di TPA Selayar di Wil. Desa Kaburu

Lokasi : TPA Kep. Selayar di Desa Kaburu
Kendati harus terbelit desakan ekonomi, namun masyarakat pemulung di areal tempat pembuangan akhir sampah di Kabupaten Kepulauan Selayar ternyata belum menjadikan profesi memulung sebagai pekerjaan pokok.
Mereka masih lebih cenderung mengolah kelapa menjadi kopra, ketimbang harus mencari dan mengumpulkan barang-barang bekas di tengah teriknya panas matahari dan suara bising eskapator. 
Hal ini dilontarkan Abbas, pria pemulung berusia sekira 43 tahun asal Desa Kaburu, Kecamatan Bontomanai yang ditemui wartawan di sela-sela kesibukannya mengolah kopra yang tak jauh dari areal tempat pembuangan akhir sampah.
Pekerjaan memulung plastik dan barang-barang bekas baru akan dilakoni Abbas bersama istrinya Sunarti (30 tahun), setelah musim panen kelapa berlalu yang hanya berlangsung sekali dalam setahun.
Pada saat bersamaan, profesi memulung plastik dan barang-barang bekas buangan masyarakat pun harus dilakoninya untuk dapat terus menyambung tali kehidupan keluarga. Bagi Abbas, memulung plastik dan barang-barang bekas adalah pilihan terakhir kehidupan keluarganya.
Bahkan, Abbas dan keluarganya seakan telah menyatu dengan kehidupan tempat pembuangan akhir sampah. Tak ada lagi rasa jijik yang dirasakannya, saat dia harus mengolah kopra di tengah kekumuhan bangunan tenda-tenda plastik dan tumpukan barang-barang bekas beraroma tidak sedap.
Lebih jauh Abbas menuturkan, memulung plastik dan barang-barang bekas dari areal tempat pembuangan akhir sampah merupakan pilihan terakhir bagi warga Desa Kaburu setelah musim kelapa berlalu.

Kondisi ini turut diaminkan Saodah (50 thn) yang sudah puluhan tahun melakoni kehidupan sebagai seorang petani kopra sekaligus profesi pemulung barang-barang bekas di sekitar areal tempat pembuangan akhir sampah.
Saodah mengaku, plastik dan barang-barang bekas hasil pilahannya terkadang dijual seharga Rp. 800. Perkilo. Itupun  dalam sebulannya, Saodah hanya mampu meraup keuntungan antara Rp. 200.000,- sampai Rp. 300.000,-.
Harga yang sangat minim memang, bila diperbandingkan dengan energi dan lamanya waktu yang  digunakan oleh perempuan berusia paruh bayah ini untuk bisa mengumpulkan satu kilo plastik aqua dan teh gelas bekas.
Belum lagi, botol-botol aqua berukuran sedang mendadak tidak dibeli para pedagang penampung barang bekas. Kalaupun ada pengusaha penampung yang membelinya, maka botol-botol tersebut hanya akan dibeli murah dari para pemulung.
Biasanya, botol aqua bekas seperti ini dihargai pengusaha penampung sampai angka Rp.500,- perkilonya.

Tak hanya Saodah dan Abbas yang bernasib malang seperti ini. Tetapi, kisah yang tak kalah memiriskan  juga turut dirasakan Hamzah (53 tahun) yang sehari-harinya bekerja sebagai pembeli, sekaligus pencari kardus-kardus bekas buangan masyarakat di areal TPA.
Profesi ini mulai dilakoninya sejak sembilan tahun silam, saat areal tempat pembuangan akhir sampah masih berada di bilangang lingkungan Parappa, sampai kemudian TPA bergeser ke Desa Kaburu.

Dalam penuturannya kepada wartawan Hamzah mengaku, untuk sehari dia bisa mengumpulkan uang sampai dua puluh lima ribu rupiah dari hasil menimbang kardus-kardus bekas yang dipilahnya dari gundukan sampah berbau di areal TPA.
Pekerjaan mengumpulkan kardus-kardus bekas sampai takaran lima puluh kilo, terkadang harus dijalani Hamzah mulai dari pukul 08.00 sampai pukul 18.00 WITA. Setelah itu, barulah dia mengemas kardus-kardus bekas tersebut untuk dijual kepada pengusaha penampung langganannya dengan harga jual lima ratus rupiah untuk persatu kilonya.
Dari hasil menimbang kardus-kardus bekas ini pulalah, Hamzah mampu menghidupi sembilan orang anggota keluarganya, termasuk satu orang cucunya yang baru menapaki usia dua tahun. Bocah malang yang ditinggal menikah lagi oleh ayah kandungnya.

 Himpitan ekonomi, bahkan sempat membuat kandas pendidikan empat orang anak kandungnya. Tiga diantaranya, hanya sempat menamatkan pendidikan sampai di bangku kelas enam sekolah dasar.
Sementara, Jumriani putri sulungnya harus ikut berhenti sekolah, tepat saat akan mengikuti ujian akhir di bangku kelas tiga SMA Muhammadiyah Benteng Selayar, lantaran terbentur persoalan biaya pendidikan.
Dalam kondisi seperti ini, tak ada pilihan lain baginya, kecuali menikah dengan lelaki pilihan hatinya. Namun sayang sekali, pernikahannya pun harus kandas, setelah prahara menimpa rumah tangganya yang berbuntut perceraian. Meski sebelumnya, dia sempat dikaruniai seorang anak.
Sebagai dampaknya, tinggallah kini, Alfatiha, putranya yang harus menanggung beban perceraian kedua orang tuanya. Sedang ayahnya, tak lagi pernah mengirim kabar berita tentang keberadaannya kini. Terlebih lagi, untuk mengirimkan biaya kehidupan kepada mantan istri dan anaknya.
Seperti apa dan bagaimana masa depan kehidupan Alfatiha, pasca perceraian kedua orang tuanya???. Ikuti terus penelusuran kami pada  edisi berikutnya
Oleh : Padly syarif 

Sisi Lain TPA Kep. Selayar Di Desa Kaburu

Lokasi : TPA Kep. Selayar di Desa Kaburu
Kehidupan pemulung TPA di Kabupaten Kepulauan Selayar masih menyisakan sejuta teka-teki menyusul belum diketahui pastinya motif yang melatar belakangi kehidupan para pencari barang bekas yang kerap beroperasi di sekitar lingkungan Tempat Pembuangan Akhir sampah yang terletak di Dusun Kaburu, Desa Jambuiya, Kecamatan Bontomanai ini.

Banyak pihak yang mengatakan, kehidupan pemulung TPA tak lebih dari sekedar mata pencaharian sampingan dan pengisi waktu, setelah musim kopra berlalu, atau  pengisi waktu senggang, sembari menantikan buah kelapa mereka mulai menua untuk selanjutnya diolah menjadi  kopra.
Dikatakan demikian, sebab rata-rata para pemulung ini memiliki lahan perkebunan yang lokasinya tidak berjauhan dengan kawasan tempat pembuangan akhir, sehingga begitu mobil pengangkut sampah datang, mereka pun spontan berhamburan menuju TPA untuk mengais sampah-sampah plastik bekas buangan masyarakat kota Benteng.
Salah seorang staf bidang pengelolaan dan pembuangan akhir TPA yang sehari-harinya aktif bertugas di lingkungan Dinas Kebersihan & Pertamanan Kabupaten Kepulauan Selayar menuturkan, para pemulung barang bekas di kawasan TPA ini biasanya mulai bekerja mengumpulkan plastik aqua, dan kaleng susu bekas  antara pukul 08.00 hingga pukul 18.00 Wita.

Satu hal yang pasti, bahwa mereka tidak satupun yang terlihat tinggal menempati kawasan tempat pembuangan akhir. Bilapun ada bangunan tenda-tenda yang mereka bangun lokasi tersebut, tak lebih dari sekedar tempat bernaung dan beristrahat para pemulung seusai bekerja mengais rezeki diantara tumpukan sampah menggunung berbau.
Di bawah bangunan tenda-tenda plastik berukuran variatif antara 2x 4 meter sampai 4x4 meter ini pula para pemulung terkadang bekerja mengemas barang-barang hasil pilahan mereka ke dalam karung-karung plastik yang telah disediakan sebelumnya.

Bahkan, tak sedikit diantara mereka yang harus menjadikan pohon besar di sekitar areal TPA sebagai tempat berteduh dan mengemas barang-barang bekas yang telah dikumpulkannya untuk selanjutnya dijual kepada para pedagang pengumpul.
Para pemulung yang terdiri dari anak usia sekolah dasar dan orang dewasa ini, biasanya baru akan beranjak pulang  ke rumahnya masing-masing saat hari menjelang malam. Dikala  azan magrib mulai terdengar berkumandang di masjid.
Sebelumnya, mereka akan terlebih dahulu mengunci bangunan tenda-tenda tempat mereka menyimpan dan mengamankan barang-barang pilahan yang telah dikemas ke dalam karung.
Meski tidak demikian halnya, bagi mereka kelompok pemulung suami-istri yang datang ke lokasi TPA dengan membawa perbekalan makanan seadanya.

Ada cerita menarik dari kehidupan tempat pembuangan akhir sampah di Desa Kaburu, bahwa ternyata lokasi ini tidak hanya menjadi sumber penghidupan manusia, tetapi  kawasan TPA  ternyata juga merupakan sumber kehidupan bagi 20 an ekor ternak piaraan masyarakat, baik sapi, kambing, maupun anjing-anjing liar berotak manusia di sekitar areal pembuangan akhir sampah ini.
Dikatakan ternak berotak manusia, sebab sapi,  kambing, dan anjing-anjing liar ini baru akan mendatangi lokasi tempat pembuangan akhir setiap kali armada mobil pengangkut sampah datang membawa sampah-sampah buangan masyarakat kota yang terdiri dari sampah dedaunan maupun sisa-sisa makanan.

Lokasi : Pemulung di TPA Kep. Selayar di Desa Kaburu
Sisa-sisa makanan inilah yang selanjutnya menjadi santapan anjing-anjing liar di sekitar areal TPA. Sedangkan, sapi dan kambing datang berburu sampah dedaunan. Hal tersebut dijelaskan Kepala Bidang Pengelolaan dan Pembuangan Akhir, Dinas Kebersihan & Pertamanan Kabupaten Kepulauan Selayar, Drs.Bahtiar Dg. Pattale kepada wartawan di ruang kerjanya belun lama ini.   
Kendati masih terdapat cerita lain yang lumayan memprihatinkan, bahwa ternyata dari sekian banyak warga pemulung yang kerap beroperasi di kawasan TPA  dua diantaranya sempat diberikan pinjaman uang sebesar satu juta rupiah dari Dinas Kebersihan & Pertamanan  untuk kepentingan biaya pembayaran penerangan listrik rumah tempat tinggal mereka.

Parahnya lagi, karena sampai saat ini  mereka ternyata belum mampu melunasi panjar pembayaran listrik yang dipinjamnya dari Dinas Kebersihan & Pertamanan Kabupaten Kepulauan Selayar. 
Terkait hal tersebut, Kepala Dinas Kebersihan & Pertamanan Kabupaten Kepulauan Selayar, Drs. Odding Karim, M.H banyak berharap untuk dapat melakukan pemberdayaan kehidupan warga pemulung di kawasan TPA.
Sudah saatnya, warga pemulung diorganisir dalam wadah organisasi komunitas pemulung untuk kemudian, diberdayakan melalui pembentukan koperasi pemulung sebagai fasilitator penampung dan pembeli barang-barang bekas hasil pilahan para pemulung itu sendiri.
Sehingga, barang hasil pilahan para pemulung ini tidak lagi tinggal dan menjadi pemandangan kumuh di sekitar kawasan TPA. Odding berharap, tak hanya koperasi yang banyak berperan di dalam pemberdayaan kelompok pemulung.
Akan tetapi, institusi pemberdayaan perempuan dan pemberdayaan masyarakat pun diharapkan dapat mengambil peran serta pada kepentingan peningkatan taraf perekonomian komunitas pemulung TPA untuk menunjang terwujudnya visi Kabupaten Kepulauan Selayar sebagai kabupaten yang sejahtera, maju & religius. 

Kilas Balik Pemilihan Kepala Desa Kaburu Kep. Selayar

500 Wajib Pilih Desa Kaburu Coblos Kepala Desa Pertama
Proses pemilihan calon kepala desa Kaburu, Kecamatan Bontomanai, Kabupaten Kepulauan Selayar yang dilaksanakan pada hari Selasa, (26/6), berlangsung aman dan tertib dengan dukungan 8 orang aparat pengamanan dari Polsek Bontomanai yang dipimpin langsung Kapolsek Bontomanai, AKP. Ramlan WDW. 
Selain dijaga ketat aparat Kepolisian dari Polsek Bontomanai, pengamanan di sekitar TPS juga turut diback up oleh 12 orang personil Polres Kepulauan Selayar, dan 3 orang anggota Satpol PP kecamatan.
Sejak dibuka pada pukul 08.00 WITA, sedikitnya 500 orang penduduk Desa Kaburu datang berbondong-bondong ke TPS untuk menyalurkan hak pilihnya masing-masing. Sementara itu, 18 orang masyarakat lain, terpaksa harus melakukan pencoblosan di rumah kediamannya, karena faktor lansia dan sakit.  
Dari total 600 lembar surat suara yang disiapkan panitia pemilihan, 100 lembar diantaranya, tidak terpakai. Belum lagi, dengan abstainnya 77 orang wajib pilih yang tercatat berada di luar wilayah pemilihan. 
Proses pemilihan yang terpusat di Lapangan Dusun Kaburu Timur tersebut, tak hanya diramaikan oleh masyarakat yang datang untuk menyalurkan hak pilih dan menyaksikan dari dekat perhitungan surat suara.
Sejumlah pejabat teras di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar pun ikut hadir di lokasi pemilihan diantaranya, Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik, Drs. Hizbullah Kamaruddin yang didampingi kepala bidang Pemdeskel, Andi Irsan, S.Stp.
Disela-sela kerumunan masyarakat hari itu, ikut hadir, Ketua APDESI, Andi Alang, Pegawai Badan Pertanahan Nasional, Muh. Saidin, Camat Bontomanai, Nur Salam, SE, bersama Sekretaris camat, Asmar Sugianto, S.STP, Kepala Desa Parak, Zainal Yasni, berikut, anggota Forum Musyawarah Kecamatan yang terdiri dari unsur Babinmas dan Babinsa. 
Kemeriahan pesta demokrasi pemilihan kepala desa pertama  di Desa Kaburu ini juga semakin lengkap dengan hadirnya lima orang anggota DPRD Kepulauan Selayar, masing-masing atas nama : Basli Ali, Tanri Bangung, Hamsiah, Arifin Abdullah dan Dg. Situruk.

Menanti Desa Kaburu Bangkit Dari Tidur

Dusun Kaburu yang masih kumuh
Sejak usaha Da,wa masuk di kota Selayar dan masuk didusun-dusun termasuk desa  Kaburu kini sudah banyak perebuhan yang signifikan ,Kaburu yang dulunya mati dengan sausana Agama, 

Kaburu yang dulunya hidup penuh dengan dzulumat kini mulai mulai berubah tokoh tokoh Agama mulai muncul
kehidupan sunnah mulai terlihat mulai pakainya ,adabnya ,serta Akhlaknya kini mulai ditampilkan,
masyarakat  peminum yang dulunya   mengelar tikar di depan jalan untuk minum yang beralkohol duduk diserambi Rumah sambil memetik gitar ditemani dengan minuman ballok ,kini beransur hilang
meskipun mereka minum tapi mereka sembunyi -sembunyi.

kini gerkan da,wa telah membawa suasana baru di desa kaburu yang gerkanya dilaksanakan secara istiqamah tampa kenal lelah ,walapun hinaan datang dari berbagai masyarakat tapi mereka selalu tegar 
utuk memperjuangkan Islam  ,selalu tegar men da,wakan Islam bagikan karam dilautan
asalkan hidaya bisa tersebar kesuluruh alam mereka tidak peduli dengan hinaan

Perjalanan Karier Kepala Desa Kaburu Terpilih

Kepala Desa Kaburu Terpilih 
Ditengah kemelut pemecatan Ince Langke sebagai kader partai berlambang pohon beringing, konstalasi dunia perpolitikan di Kabupaten Kepulauan Selayar mendadak menunjukkan perubahan drastis.
Jelang pesta demokrasi pemilihan bakal calon Bupati Dan Wakil Bupati Kepulauan Selayar, periode 2014-2018, rakyat Bumi Tanadoang kembali menunjukkan keberpihakan terhadap kubu Ince Langke.
Hal tersebut ditandai dengan kembali mencuatnya salah seorang kader terbaik, mantan Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Kepulauan Selayar sebagai pemenang mutlak dalam rangkaian pemilihan Kepala Desa Kaburu periode 2012-2017 mendatang.   
Muh. Saing, S.Pd, terpilih sebagai Kepala Desa Kaburu pada hari, Selasa, (26/6) sore mengungguli Makkasuang, sepupu dua kalinya sendiri, yang menjadi rivalnya dalam prosesi pemilihan kades Kaburu yang dipusatkan di Lapangan Dusun Kaburu Timur, Desa Kaburu, Kecamatan Bontomanai.
Dia terpilih, sebagai Kades Kaburu dengan total perolehan suara 252, selisih 8 suara dari pesainnya yang memperoleh dukungan sebanyak 144 suara. Informasi yang berhasil dihimpun wartawan di lapangan menyebutkan, Muh. Saing, S.Pd merupakan salah satu inisiator pemekaran Desa Kaburu.
Sebelum terpilih sebagai kepala desa, sehari-harinya, Muh. Saing aktif bertugas sebagai guru bidang study PKN, berstatus honorer di lingkungan SMP Negeri 5 Kecamatan Bontomanai. Kepada wartawan Muh. Saing mengaku, telah tiga tahun bertugas sebagai seorang guru honorer, terhitung sejak tahun 2009 sampai tahun 2012 ini.
Pada era pemerintahan Drs. HM. Akib Patta, dia juga pernah tercatat menempati kedudukan sebagai anggota BPD Jambuiya, periode 2002-2007 silam. Sebelum kemudian, amanah rakyat  menempatkan dirinya sebagai Ketua BPD Jambuiya  untuk periode 2007-2013.
Bahkan, sejarah mencatat, Muh. Saing sebagai seorang perintis dan pendiri Yayasan “Bhakti Arqam” yang mengawali kariernya di dalam dunia organisasi, termasuk di bidang organisasi ilmu pemerintahan.
Prosesi perhitungan suara, hasil pemilihan Kepala Desa Kaburu berakhir dalam suasana haru dan penuh kesyukuran di kalangan simpatisan dan keluarga besar Muh. Saing. Tak terhitung, berapa banyak linangan air mata haru yang tumpah di rumah kediaman pribadi sang pahlawan tanpa tanda jasa ini.
Apresiasi pun datang dari berbagai unsur,  termasuk dari unsur insan Pers lokal Kabupaten Kepulauan Selayar, dan regional Sulsel yang secaa kebetulan sempat menghhadiri langsung proses pesta demokrasi pilkades di Desa Kaburu.

Pernak Pernik Pembentukan Desa Kaburu Kep. Selayar

Roby Darwis (Sekdes Kaburu Kec. Bontomanai Kep. Selayar
Wacana pembatalan pemekaran Desa jambuiyya Kecamatan Bontomanai Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan membuat masyarakat kampung Kaburu kecewa dan melakukan  aksi unjuk rasa menuntut pemekaran desa jambuiya Kec. Bontomanai di Kantor DPRD Kab. Kepulauan Selayar kamis (24/11),  Aksi yang berlangsung damai dengan membawa beberapa poster yang bertuliskan ; “tidak akan mendukung ahdiansar, “harus ada pemekaran, dan tidak akan memilih ahdisar dipemilu yg akan datang”. sebanyak 200 orang massa masyarakat  dengan koordinator lapangan  Saing yang juga anggota BPD Desa Jambuiyya dengan mengendarai sepeda motor menuntut  serta mendesak agar  dimekarkannya Desa Jambuiya menjadi 2 Desa yaitu Desa Jambuiya dan Desa Kaburu,  serta mengutarakan kekecewaan terhadap salah satu Anggota DPRD Kab. Kepulauan Selayar  Adiansyar S.Hut M.Pub. dari Daerah Pemilihan  Kec. Bontomanai dan Bontoharu yang telah mereka nilai dengan sengaja menghambat Pemekaran Desa Jambuiyya.

   Setelah menunggu beberapa saat perwakilan pengunjuk rasa akhir diterima oleh Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar  Hasanuddin Chaer, BA yang didampingi Kabag Hukum Pemda Kab. Kepulauan Selayar diruang Rapat Penerimaan Aspirasi DPRD Kab. Kepulauan Selayar. Perwakilan pengunjuk rasa yang diwakili oleh  saing (BPD), arfin (Kadus), isma (BPD), pattaraga (kadus), dan andi jalang (tomas) menyampaikan aspirasi serta tuntutan antara lain:  membekukan pemerintahan di Desa Jambuiyya, serta tidak akan membayar pajak dan menjadi golongan putih disetiap Pemilu. Setelah mendengar dan menyatakan menerima aspirasi masyarakat Ketua DPRD  Hasanuddin Chaer, BA berjanji akan mengundang dan membicarakan aspirasi masyarakat dengan pihak Pemerintah Daerah serta memfasilitasi aspirasi mereka.

   Senada dengan hal tersebut salah satu perwakilan pengunjuk rasa yang ditemui SP  Arifin yang juga adalah Kepala Dususn Kampung Kaburu mengatakan bahwa aksi yang mereka lakukan murni sebagai aksi kekecewaan masyarakat terhadap Adyansar yang telah dinilai menghalang-halangi dimekarkannya Desa jambuiyya, namun setelah mendapat jawaban dari Ketua DPRD yang akan berjanji untuk memfasilitasi serta memperjuangkan aspirasi mereka untuk dilakukannya pemekaran dan kepastiannya jumat (9/12) para pengunjuk rasa menyatakan puas dan menunggu tindak lanjut dari aksi mereka.